Sunday, January 15, 2006

JURNAL EROPA : Velsen-Zuid - Desa Kecil Cagar Budaya

Thu Dec 15, 2005 12:00 am

VELSEN-ZUID - DESA KECIL CAGAR BUDAYA

Kalau Edwin, teman Debby, tidak mengajak saya ke suatu kawasan pemukiman kecil di dekat Ijmuiden, saya tidak akan pernah tahu ada satu desa cagar budaya bernama Velsen-Zuid (Velsen-Selatan).

Velsen-Zuid, sekitar 4 km dari Ijmuiden, dulunya adalah laut. Antara 1865 - 1876 di kawasan ini dibangun kanal (untuk memperluas wilayah daratan di Belanda) dan saat ini yang bisa kita lihat adalah semacam sungai bernama Noordzee-Kanaal, yang membelah Velsen-Zuid dan Velsen-Noord.

Awalnya penduduk di sini bermatapencaharian sebagai nelayan dan petani. Awal 1900-an dibangun beberapa bangunan, baik sebagai tempat tinggal warga maupun bangunan publik. Untuk ukuran sebuah ''desa'', bangunan di Velsen-Zuid cukup megah. Menurut papan info, ada sekitar 15 bangunan publik asli dari awal tahun 1900-an, termasuk gereja, toko roti, sekolah guru dan pemerintahan, dan kantor pos.

Mulai tahun 1970, pemerintah Belanda mulai meng-konservasi bangunan-bangunan di desa kecil Velsen ini. Walau tidak sekelas World Heritage List, bangunan-bangunan tua di sini bisa menjadi contoh baik bagi usaha konservasi benda cagar budaya skala desa. Terbukti bangunan-bangunan di sini masih dalam keadaan baik, terawat, dan masih berfungsi. Beberapa bahkan masih menjadi kantor dan restoran.

Pemandangan desa ini (walau menurut saya pribadi tidak tampak seperti desa) sangat charming. Sepi, permukaan jalan dari paving block (dari awalnya dulu), rumah-rumah tua berbata merah (beberapa putih) dengan tanaman rambat dan kebun kecil di bagian belakang, serta halaman gereja yang luas dengan pepohonan (berhubung musim masuk musim dingin, daun-daunnya sudah berguguran).

Untuk arsitektur rumah biasanya kotak dan tidak terlalu banyak ornamen pada facade-nya. Walau begitu tampak manis. Rata-rata berbata merah - tanpa plesteran semen, jendela-jendela besar dengan bingkai warna putih, dan pintu kayu berwarna hitam. Untuk beberapa rumah yang berwarna putih, bingkai-bingkai jendelanya berwarna hijau tua. Bahkan ada satu rumah kayu berwarna hijau dengan bingkai-bingkai kayu berwarna putih. Very charming!

Saya pikir rumah-rumah di Belanda sini besar-besar seperti rumah-rumah kolonial Belanda di Menteng, Jakarta atau Dago, Bandung contohnya. Tapi ternyata kebalikannya. Ukurannya kecil-kecil dan atapnya pun rendah. Dan yang khas di Belanda sini, termasuk Velsen, jendela dibiarkan terbuka - tidak ditutup tirai. Jadi saya bisa dengan leluasa melihat ke dalam interiornya. Rata-rata orang Belanda minimalis dalam memajang pajangan di dalam rumah mereka. Di jendela-jendela di bagian dalam biasanya dipajang pot-pot bunga atau tanaman hias dengan beberapa pajangan klasik. Warna tembok di bagian dalam umumnya broken white. Perabotan biasanya natural - dari kayu (dalam warna naturalnya atau dicat putih) dan bahan-bahan kainnya (seperti sofa atau karpet) biasanya berwarna pastel/lembut, atau beige, cream, putih, abu-abu, dan terbuat dari bahan kasar/karung (rugged). Untuk lampu, mereka pantang pakai neon... kebanyakan pakai lampu hias di dinding dengan bohlam. Minimalis tapi charming...

Lumayan betah juga jepret sana sini... apalagi suasana di Velsen ini tentram banget. Setelah puas, kami langsung menuju rumah seorang teman Debby asal Salatiga, yang kini menikah dengan orang Belanda dan kini menetap tidak jauh dari Velsen. Ya, kami diundang makan malam... soto, berikut ayam goreng, tempe, dan kerupuk! Ah senangnya... Ini kedua kalinya nasi yang saya makan selama perjalanan ini (mari kita mencintai nasi dan masakan Indonesia...! :D ).

Jurnal Eropa terakhir, tentang Amsterdam, akan saya post besok, sebelum kembali ke tanah air tercinta Sabtu besok.

Amor

0 Comments:

Post a Comment

<< Home